Thursday, January 28, 2010


Penjualan ponsel asal China yang membanjiri pasar Tanah Air meledak tak terbendung. Tak hanya distributor yang menangguk untung, penjual ritel yang ada di berbagai pusat penjualan ponsel turut memanen laba. Dalam sebulan terakhir, penjualan ponsel China melonjak sebesar 100 persen. Inilah gambaran mutakhir dampak pemberlakuan China-ASEAN Free Trade Area (ACFTA) di Indonesia. Pengenaan bea masuk hingga 0 persen untuk telepon genggam, yang tergolong produk elektronik, langsung terasa.

Angka penjualan ponsel dari salah satu distributor ponsel China, PT Setia Utama Telesindo, lebih fantastis. Presiden Direktur PT Telesindo Hengky Setiawan mengatakan, penjualan ponsel dari perusahaannya sepanjang 2010 ini naik 300 persen. Pada Desember 2009, Telesindo hanya menual sekitar 30.000 unit. Nah, hingga Jumat (15/1/2010), penjualan Telesindo mencapai 100.000 unit. "Kami perkirakan hingga akhir bulan ini mencapai 200.000 unit," kata Hengky.

Angka penjualan ini hanya berasal dari satu tipe handphone, P-Phone. Dua minggu lagi, Telesindo akan mendatangkan lima tipe ponsel baru. Hengky yakin, penjualan pada triwulan pertama 2010 bisa menembus 500.000 unit.

KONTAN juga mengikuti serbuan konsumen yang membeli ponsel murah bikinan China di berbagai pusat penjualan handphone, seperti kawasan Roxy, ITC Cempaka Mas, dan Mal Ambasador. Muslia, pemasar di loos Cingular Wireless di Roxy, menyatakan kini bisa menjual hingga 10 unit ponsel China per hari. "Biasanya, paling banyak lima unit per hari," kata Muslia.

Begitu pula Ivan di Experience Phone Shop, ITC Cempaka Mas, merasa mendapat rezeki berlimpah dengan besarnya minat masyarakat yang mencari handphone asal China. Sebulan terakhir, Ivan menjual sekitar 200 unit ponsel China.


 

Kenapa Nyamuk Tertarik pada Darah Kita?


Mengapa nyamuk suka mengerubungi tubuh dan pakaian kita? Untuk menjawab pertanyaan itu, pakar kimia ekologi Walter Lear meneliti apakah manusia menghasilkan semacam bau yang mengundang nyamuk. Ia dan para koleganya menemukan zat yang mereka cari, yakni nonanal, zat yang dihasilkan manusia dan burung-burung yang mengeluarkan aroma yang mengundang nyamuk Culex.

Ia awalnya melakukan percobaan pada dirinya sendiri. "Aku mengukur kadar pada diriku sendiri," kata Leal. Rekannya menempelkan alat seperti suntikan pada kulitnya, lalu dibungkus dengan aluminium foil agar terisolasi. Setelah sejam, ujung suntikan itu dimasukkan ke suatu alat untuk mengukur kadar nonanal.

"Ternyata tubuhku menghasilkan cukup banyak (nonanal)," kata Leal, "Saya rasa tubuh saya melepaskan 20 nanogram (nonanal) per jam. Itu termasuk tinggi."

Kini Leal sadar bahwa inilah alasan kenapa dulu ketika ia di Meksiko, walaupun sudah melakukan langkah-langkah pencegahan, ia tetap diburu nyamuk.

"Banyak sekali nyamuknya, saya hampir tak percaya," ia bernostalgia, "Aku menyemprotkan Deet (anti nyamuk) di mana-mana, sampai di rambutku. Dan waktu pagi aku sadar nyamuk-nyamuk bahkan menggigit menembus kaos kakiku, padahal cukup tebal. Kalau kelewatan satu titik saja, maka pasti ditemukan nyamuk, lalu digigit. Nyamuk bahkan bisa menggigit menembus jeans, selama mereka tahu di baliknya ada pembuluh darah. Mereka juga bisa mendeteksi panas tubuh."


River Under Sea